Perang Dunia II
"PDII"
beralih ke halaman ini. Untuk kegunaan lain, lihat WWII
(disambiguasi). Untuk sejarah Winston Churchill, lihat The Second World
War (seri buku).
|
||||||||||||||||||||||||
|
Perang
Dunia II, atau Perang
Dunia Kedua (biasa disingkat menjadi PDII atau PD2), adalah
sebuah perang global yang berlangsung mulai tahun
1939 sampai 1945. Perang ini melibatkan banyak sekali negara di dunia —termasuk semua kekuatan besar—yang pada akhirnya membentuk dua
aliansi militer yang saling bertentangan: Sekutu dan Poros. Perang ini merupakan perang terluas
dalam sejarah yang melibatkan lebih dari 100 juta orang di berbagai pasukan militer. Dalam keadaan "perang total", negara-negara besar
memaksimalkan seluruh kemampuan ekonomi, industri, dan ilmiahnya untuk
keperluan perang, sehingga menghapus perbedaan antara sumber daya sipil dan
militer. Ditandai oleh sejumlah peristiwa penting yang melibatkan kematian
massal warga sipil, termasuk Holocaust dan pemakaian senjata nuklir dalam peperangan, perang ini memakan korban jiwa
sebanyak 50 juta sampai 70 juta jiwa. Jumlah kematian ini menjadikan Perang
Dunia II konflik paling
mematikan sepanjang sejarah umat
manusia.[1]
Kekaisaran
Jepang berusaha
mendominasi Asia Timur dan sudah memulai perang dengan Republik Tiongkok pada tahun 1937,[2] tetapi perang dunia secara umum pecah
pada tanggal 1 September 1939 dengan invasi ke Polandia oleh Jerman yang diikuti serangkaian pernyataan
perang terhadap Jerman oleh Perancis dan Britania. Sejak akhir 1939 hingga awal 1941,
dalam serangkaian kampanye dan perjanjian, Jerman membentuk aliansi Poros
bersama Italia, menguasai atau menaklukkan sebagian
besar benua Eropa. Setelah Pakta Molotov–Ribbentrop, Jerman dan Uni Soviet berpisah dan
menganeksasi wilayah negara-negara tetangganya sendiri di Eropa, termasuk Polandia. Britania Raya, dengan imperium dan Persemakmurannya, menjadi satu-satunya kekuatan besar Sekutu yang terus
berperang melawan blok Poros, dengan mengadakan pertempuran di Afrika Utara dan Pertempuran Atlantik. Bulan Juni 1941, Poros Eropa
melancarkan invasi terhadap Uni Soviet yang menandakan terbukanya teater perang darat terbesar sepanjang sejarah, yang melibatkan sebagian besar
pasukan militer Poros sampai akhir perang. Pada bulan Desember 1941, Jepang
bergabung dengan blok Poros, menyerang Amerika Serikat dan teritori Eropa di Samudra Pasifik, dan dengan cepat menguasai sebagian
besar Pasifik Barat.
Serbuan Poros
berhenti tahun 1942, setelah Jepang kalah dalam berbagai pertempuran laut dan
tentara Poros Eropa dikalahkan di Afrika Utara dan Stalingrad. Pada tahun 1943, melalui serangkaian kekalahan Jerman di Eropa Timur, invasi Sekutu ke Italia, dan kemenangan Amerika Serikat di Pasifik,
Poros kehilangan inisiatif mereka dan mundur secara strategis di semua front.
Tahun 1944, Sekutu Barat menyerbu Perancis, sementara Uni Soviet merebut kembali semua teritori
yang pernah dicaplok dan menyerbu Jerman beserta sekutunya. Perang di Eropa
berakhir dengan pendudukan Berlin oleh tentara Soviet dan Polandia dan penyerahan tanpa syarat Jerman pada tanggal 8 Mei 1945. Sepanjang 1944 dan 1945, Amerika Serikat mengalahkan
Angkatan Laut Jepang dan menduduki beberapa pulau di Pasifik Barat, menjatuhkan
bom atom di negara itu menjelang invasi ke
Kepulauan Jepang. Uni Soviet kemudian mengikuti melalui negosiasi dengan menyatakan perang
terhadap Jepang dan menyerbu Manchuria. Kekaisaran Jepang menyerah pada
tanggal 15 Agustus 1945, sehingga mengakhiri perang di Asia dan memperkuat
kemenangan total Sekutu atas Poros.
Perang
Dunia II mengubah haluan politik dan struktur sosial dunia. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) didirikan untuk memperkuat kerja
sama internasional dan mencegah konflik-konflik yang akan datang. Para kekuatan
besar yang merupakan pemenang perang—Amerika Serikat, Uni Soviet, Cina,
Britania Raya, dan Perancis—menjadi anggota
permanenDewan Keamanan Perserikatan
Bangsa-Bangsa.[3] Uni Soviet dan Amerika Serikat muncul
sebagai kekuatan super yang saling bersaing dan mendirikan panggung Perang Dunia yang kelak bertahan selama 46 tahun
selanjutnya. Sementara itu, pengaruh kekuatan-kekuatan besar Eropa mulai
melemah, dan dekolonisasi Asia dan Afrika dimulai. Kebanyakan negara yang
industrinya terkena dampak buruk muali menjlaani pemulihan
ekonomi. Integrasi
politik, khususnya di Eropa, muncul sebagai upaya untuk
menstabilkan hubungan pascaperang.
Daftar isi
- 1
Kronologi
- 2 Latar
belakang
- 3 Sebelum
perang
- 3.1
Invasi Italia ke Ethiopia (1935)
- 3.2
Perang Saudara Spanyol (1936-39)
- 3.3
Invasi Jepang ke Tiongkok (1937)
- 3.4
Invasi Jepang ke Uni Soviet dan Mongolia (1938)
- 3.5
Pendudukan Eropa dan perjanjian
- 4 Alur
perang
- 4.1 Pecah
di Eropa (1939)
- 4.2
Serbuan Poros
- 4.3
Perang global (1941)
- 4.4
Kebuntuan serbuan Poros (1942)
- 4.5
Sekutu menguasai medan (1943)
- 4.6
Sekutu mendekat (1944)
- 4.7 Poros
runtuh, Sekutu menang (1945)
- 5 Dampak
- 5.1
Korban dan kejahatan perang
- 5.2 Kamp
konsentrasi dan perbudakan
- 5.3 Front
dalam negeri dan produksi
- 5.4
Pendudukan
- 5.5
Kemajuan teknologi dan peperangan
- 6 Lihat
pula
- 7 Catatan
kaki
- 8 Rujukan
- 9
Referensi
- 10 Pranala
luar
Kronologi
Awal terjadinya
perang umumnya disetujui pada tanggal 1 September 1939, dimulai dengan invasi Jerman
ke Polandia; Britania dan
Perancis menyatakan perang terhadap Jerman dua hari kemudian. Tanggal lain
mengenai awal perang ini adalah dimulainya Perang Cina-Jepang Kedua pada 7 Juli 1937.[4][5]
Lainnya
mengikuti sejarawan Britania Raya A. J. P. Taylor, yang percaya bahwa Perang Cina-Jepang
dan perang di Eropa beserta koloninya terjadi bersamaan dan dua perang ini
bergabung pada tahun 1941. Artikel ini memakai penanggalan konvesional.
Tanggal-tanggal awal lainnya yang sering dipakai untuk Perang Dunia II
juga meliputi invasi Italia ke Abisinia pada tanggal 3 Oktober 1935.[6] Sejarawan Britania raya Antony Beevor memandang awal Perang Dunia Kedua terjadi saat Jepang
menyerbu Manchuria bulan Agustus 1939.[7]
Tanggal pasti
akhir perang juga tidak disetujui secara universal. Dari dulu disebutkan bahwa
perang berakhir saat gencatan
senjata
14 Agustus 1945 (V-J Day), alih-alih penyerahan diri resmi Jepang
(2 September 1945); di sejumlah teks sejarah Eropa, perang ini berakhir
pada V-E Day (8 Mei 1945). Meski begitu, Perjanjian Damai dengan Jepang baru ditandatangani pada tahun 1951,[8] dan dengan Jerman pada tahun 1990.[9]
Latar belakang
Perang
Dunia I membuat
perubahan besar pada peta politik, dengan kekalahan Blok Sentral, termasuk Austria-Hongaria, Jerman, dan Kesultanan Utsmaniyah; dan perebutan kekuasaan oleh Bolshevik di Rusia pada tahun 1917. Sementara itu,
negara-negara Sekutu yang menang seperti Perancis, Belgia, Italia, Yunani, dan
Rumania memperoleh wilayah baru, dan negara-negara baru tercipta setelah
runtuhnya Austria-Hongaria, Kekaisaran
Rusia, dan Kesultanan Utsmaniyah.
Meski muncul gerakan pasifissetelah perang,[10][11] kekalahan ini masih membuat
nasionalisme iredentis dan revanchis pemain utama di sejumlah negara Eropa.
Iredentisme dan revanchisme punya pengaruh kuat di Jerman karena kehilangan
teritori, koloni, dan keuangan yang besar akibat Perjanjian Versailles. Menurut perjanjian ini, Jerman kehilangan 13 persen
wilayah dalam negerinya dan seluruh koloninya di luar negeri, sementara Jerman dilarang
menganeksasi negara lain, harus membayar biaya perbaikan perang, dan membatasi
ukuran dan kemampuan angkatan bersenjata negaranya.[12] Pada saat yang sama, Perang Saudara Rusia berakhir dengan terbentuknya Uni Soviet.[13]
Kekaisaran
Jerman bubar melalui Revolusi Jerman 1918–1919 dan sebuah pemerintahaan demokratis
yang kemudian dikenal dengan nama Republik Weimar dibentuk. Periode antarperang
melibatkan kerusuhan antara pendukung republik baru ini dan penentang garis
keras atas sayap kanan maupun kiri. Walaupun
Italia selaku sekutu Entente berhasil merebut sejumlah wilayah, kaum nasionalis
Italia marah mengetahui janji-janji Britania dan Perancis yang menjamin
masuknya Italia ke kancah perang tidak dipenuhi dengan penyelesaian damai.
Sejak 1922 sampai 1925, gerakan Fasis pimpinan Benito
Mussolini berkuasa di
Italia dnegan agenda nasionalis, totalitarian, dan kolaborasionis kelas yang
menghapus demokrasi perwakilan, penindasan sosialis, kaum sayap kiri dan
liberal, dan mengejar kebijakan luar negeri agresif yang berusaha membawa
Italia sebagai kekuatan dunia—"Kekaisaran
Romawi Baru".[14]
Di Jerman, Partai Nazi yang dipimpin Adolf Hitler berupaya mendirikan pemerintahan fasis
di Jerman. Setelah Depresi Besar dimulai, dukungan dalam negeri untuk
Nazi meningkat dan, pada tahun 1933, Hitler ditunjuk sebagai Kanselir Jerman.
Setelah kebakaran Reichstag, Hitler menciptakan negara satu partai totalitarian yang
dipimpin Partai Nazi.[15]
Parati Kuomintang (KMT) di Tiongkok melancarkan kampanye penyatuan melawan panglima perang regional dan
secara nominal berhasil menyatukan Cina pada pertengahan 1920-an, tetapi
langsung terlibat dalam perang saudara melawan bekas sekutunya yang komunis.[16] Pada tahun 1931, Kekaisaran Jepang yang semakin
militaristik, yang sudah
lama berusaha memengaruhi Cina[17] sebagai tahap pertama dari apa yang
disebut pemerintahnya sebagai hak untuk
menguasai Asia, memakai Insiden Mukden sebagai alasan melancarkan invasi ke Manchuria dan mendirikan negara bonekaManchukuo.[18]
Terlalu lemah
melawan Jepang, Cina meminta bantuan Liga Bangsa-Bangsa. Jepang menarik diri dari Liga Bangsa-Bangsa setelah dikecam atas tindakannya terhadap Manchuria.
Kedua negara ini kemudian bertempur di Shanghai, Rehe, dan Hebei sampai Gencatan Senjata Tangguditandatangani tahun 1933. Setelah itu,
pasukan voluntir Cina melanjutkan pemberontakan terhadap agresi Jepang di Manchuria, dan Chahar dan
Suiyuan.[19]
Adolf Hitler,
setelah upaya gagal
menggulingkan pemerintah Jerman tahun 1923, menjadi Kanselir Jerman pada tahun 1933. Ia menghapus demokrasi, menciptakan revisi orde baru radikal dan rasis, dan segera memulai kampanye persenjataan kembali.[20] Sementara itu, Perancis, untuk
melindungi aliansinya, memberikan Italia kendali atas Ethiopia yang diinginkan Italia sebagai jajahan
kolonialnya. Situasi ini memburuk pada awal 1935 ketika Teritori Cekungan Saar dengan sah bersatu kembali dengan
Jerman dan Hitler menolak Perjanjian Versailles, mempercepat program
persenjataan kembalinya dan memperkenalkan wajib militer.[21]
Berharap
mencegah Jerman, Britania Raya, Perancis, dan Italia membentuk Front Stresa. Uni Soviet, khawatir akan keinginan
Jerman mencaplok wilayah luas di Eropa Timur, membuat perjanjian bantuan bersama
dengan Perancis. Sebelum diberlakukan, pakta
Perancis-Soviet ini perlu melewati birokrasi Liga Bangsa-Bangsa, yang pada dasarnya menjadikannya tidak berguna.[22][23] Akan tetapi, pada bulan Juni 1935,
Britania Raya membuat perjanjian laut independen dengan Jerman, sehingga melonggarkkan
batasan-batasan sebelumnya. Amerika Serikat, setelah mempertimbangkan peristiwa
yang terjadi di Eropa dan Asia, mengesahkan Undang-Undang
Netralitas pada bulan
Agustus.[24] Pada bulan Oktober, Italia menginvasi
Ethiopia, dan Jerman adalah satu-satunya negara besar Eropa yang mendukung
tindakan tersebut. Italia langsung menarik keberatannya terhadap tindakan
Jerman menganeksasi Austria.[25]
Hitler menolak
Perjanjian Versailles dan Locarno dengan meremiliterisasiRhineland pada bulan Maret 1936. Ia mendapat sedikit tanggapan
dari kekuatan-kekuatan Eropa lainnya.[26] Ketika Perang Saudara Spanyol pecah bulan Juli, Hitler dan Mussolini
mendukung pasukan Nasionalis yang fasis dan otoriter dalam perang
saudara mereka melawan Republik Spanyol yang didukung Soviet. Kedua pihak memakai konflik ini
untuk menguji senjata dan metode peperangan baru,[27] berakhir dengan kemenangan Nasionalis
pada awal 1939. Bulan Oktober 1936, Jerman dan Italia membentuk Poros Roma-Berlin. Sebulan kemudian, Jerman dan Jepang
menandatangani Pakta Anti-Komintern, namun kelak diikuti Italia pada tahun berikutnya. Di
cina, setelah Insiden Xi'an, pasukan Kuomintang dan komunis
menyetujui gencatan senjata untuk membentuk front bersatu dan sama-sama melawan Jepang.[28]
Sebelum perang
Invasi Italia ke Ethiopia (1935)
Perang
Italia-Abisinia Kedua adalah perang kolonial singkat mulai bulan Oktober 1935
sampai Mei 1936. Perang ini terjadi antara angkatan bersenjata Kerajaan Italia (Regno d'Italia) dan angkatan
bersenjata Kekaisaran Ethiopia (juga disebut Abisinia). Perang ini berakhir dengan pendudukan militer di Ethiopia dan aneksasinya ke koloni baru Afrika Timur Italia (Africa Orientale Italiana, atau AOI); selain
itu, perang ini membuka kelemahan Liga Bangsa-Bangsa sebagai kekuatan pelindung perdamaian. Baik Italia dan
Ethiopia adalah negara anggota, tetapi Liga ini tidak berbuat apa-apa ketika
negara pertama jelas-jelas melanggar Artikel X yang dibuat oleh Liga ini.[29]
Perang Saudara Spanyol (1936-39)
Jerman dan
Italia memberi dukungan kepada kebangkitan Nasionalis yang dipimpin Jenderal Francisco Franco di Spanyol. Uni Soviet mendukung pemerintah yang sudah berdiri, Republik Spanyol, yang memiliki kecenderungan sayap kiri. Baik Jerman dan
Uni Soviet memakai perang proksi ini sebagai kesempatan menguji senjata
dan taktik baru mereka. Pengeboman Guernicayang disengaja oleh Legiun Condor Jerman pada April 1937 berkontribusi pada kekhawatiran
bahwa perang besar selanjutnya akan melibatkan serangan bom teror besar-besaran
terhadap warga sipil.[30][31]
Invasi Jepang ke Tiongkok (1937)
Pada bulan
Juli 1937, Jepang mencaplok bekas ibu kota kekaisaran Cina Beijing setelah
memulai Insiden Jembatan Marco Polo, yang menjadi batu pijakan kampanye
Jepang untuk menjajah seluruh wilayah Cina.[32] Uni Soviet segera menandatangani pakta non-agresi dengan Cina untuk memberi dukungan material yang secara efektif mengakhiri kerja sama Cina
dengan Jerman sebelumnya. GeneralissimoChiang Kai-shek mengerahkan pasukan
terbaiknya untuk mempertahankan Shanghai, tetapi setelah tiga bulan bertempur, Shanghai jatuh.
Jepang terus menekan pasukan Cina, mencaplok ibu kota Nanking pada Desember 1937 dan melakukan Pembantaian Nanking.
Pada bulan
Juni 1938, pasukan Jepang menghentikan serbuan Jepang dengan membanjiri Sungai Kuning; manuver ini memberikan waktu bagi
Cina untuk mempersiapkan pertahanan di Wuhan, namun kota ini
berhasil direbut pada bulan Oktober.[33] Kemenangan militer Jepang gagal
menghentikan pemberontakan Cina yang menjadi tujuan Jepang. Pemerintahan Cina
pindah ke pedalaman di Chongqing dan melanjutkan perang.[34]
Invasi Jepang ke Uni Soviet dan Mongolia (1938)
Pada tanggal
29 Juli 1938, Jepang menyerbu Uni Soviet dan kalah di Pertempuran Danau Khasan. Meski pertempuran tersebut
dimenangkan Soviet, Jepang menyebutnya seri dan buntu, dan pada tanggal
11 Mei 1939, Jepang memutuskan memindahkan perbatasan Jepang-Mongolia
sampai Sungai Khalkhin Gol melalui pemaksaan. Setelah serangkaian keberhasilan
awal, serangan Jepang di Mongolia digagalkan oleh Pasukan Merah yang
menandakan kekalahan besar pertama Angkatan Darat Kwantung Jepang.[35][36]
Pertempuran ini
meyakinkan sejumlah faksi pemerintahan Jepang bahwa mereka harus fokus
berkonsiliasi dengan pemerintah Soviet demi menghindari ikut campur Soviet dalam
perang melawan Cina dan mengalihkan perhatian militer mereka ke selatan, yaitu
ke jajahan Amerika Serikat dan Eropa di Pasifik, serta mencegah penggulingan
pemimpin militer Soviet berpengalaman seperti Georgy Zhukov, yang kelak memainkan peran penting
dalam mempertahankan Moskwa.[37]
Pendudukan Eropa dan perjanjian
Informasi lebih
lanjut: Anschluss, Penenangan, Perjanjian
Munich, Pendudukan Jerman di Cekoslowakia, dan Pakta Molotov-Ribbentrop
Dari kiri ke
kanan (depan): Chamberlain, Daladier, Hitler, Mussolini, dan Ciano sebelum menandatangani Perjanjian Munich.
Di Eropa,
Jerman dan Italia semakin keras. Pada bulan Maret 1938, Jerman menganeksasi
Austria, lagi-lagi
mendapat sedikit perhatian dari kekuatan-kekuatan Eropa lainnya.[38] Semakin tertantang, Hitler mulai
menegaskan klaim Jerman atas Sudetenland, wilayah Cekoslowakia yang didominasi oleh etnis Jerman; dan Perancis dan Britania segera memberikan wilayah ini
ke Jerman melalui Perjanjian
Munich, yang dibuat
melawan keinginan pemerintah Cekoslowakia, dengan imbalan janji tidak meminta
wilayah lagi.[39] Sesaat setelah perjanjian ini, Jerman
dan Italia memaksa Cekoslowakia menyerahkan wilayah tambahan ke Hongaria dan Polandia.[40] Pada bulan Maret 1939, Jerman menyerbu sisa Cekoslowakia dan membelahnya menjadi Protektorat Bohemia dan Moravia Jerman dan negara klien pro-Jerman bernama Republik Slovak.[41]
Terkejut,
ditambah Hitler menuntut Danzig, Perancis dan Britania Raya menjamin
dukungan mereka terhadap kemerdekaan Polandia; ketika Italia menguasai Albania pada bulan April 1939, jaminan yang
sama diberikan untuk Rumania dan Yunani.[42] Tidak lama setelah janji Perancis-Britania kepada Polandia, Jerman dan
Italia meresmikan aliansi mereka sendiri melalui Pakta Baja.[43]
Bulan Agustus
1939, Jerman dan Uni Soviet menandatangani Pakta Molotov–Ribbentrop,[44] sebuah perjanjian non-agresi dengan
satu protokol rahasia. Setiap pihak memberikan haknya satu sama lain,
"andai terjadi penyusunan wilayah dan politik," terhadap
"cakupan pengaruh" (antara Polandia dan Lituania untuk Jerman, dan Polandia timur, Finlandia, Estonia, Latvia, dan Bessarabia untuk Uni Soviet). Pakta ini juga
memunculkan pertanyaan tentang keberlangsungan kemerdekaan Polandia.[45]
Alur perang
Pecah di Eropa (1939)
Parade umumWehrmacht Jerman dan Pasukan Merah Soviet pada tanggal 23 September 1939
di Brest, Polandia Timur setelah Invasi Polandia berakhir. Di tengah adalah Mayor
Jenderal Heinz Guderian dan di kanan adalah Brigadir Semyon Krivoshein.
Pada tanggal
1 September 1939, Jerman dan Slowakia—negara klien pada tahun 1939—menyerang
Polandia.[46] Tanggal 3 September, Perancis dan
Britania Raya, diikuti negara-negara Persemakmuran,[47] menyatakan perang terhadap Jerman,
tetapi memberi sedikit
dukungan kepada
Polandia ketimbang serangan kecil Perancis ke Saarland.[48] Britania dan Perancis juga mulai memblokir perairan Jerman pada tanggal 3 September untuk
melemahkan ekonomi dan upaya perang negara ini.[49][50]
Tanggal
17 September, setelah menandatangani gencatan
senjata dengan Jepang, Soviet juga menyerbu Polandia.[51] Wilayah Polandia terbagi antara Jerman dan Uni Soviet, dengan Lituania dan Slowakia mendapat bagian kecil. Polandia tidak
menyerah; mereka mendirikan Negara Bawah Tanah Polandia dan Pasukan Dalam Negeri bawah tanah, dan terus berperang
bersama Sekutu di semua front di luar Polandia.[52]
Sekitar 100.000
personil militer Polandia diungsikan ke Rumania dan negara-negara Baltik; sebagian
besar tentara tersebut kemudian berperang melawan Jerman di teater perang yang
lain.[53]Pemecah kode Enigma Polandia juga diungsikan ke Perancis.[54] Pada saat itu pula, Jepang melancarkan
serangan pertamanya ke Changsha, sebuah kota Cina yang strategis,
tetapi digagalkan pada akhir September.[55]
Setelah invasi
Polandia dan perjanjian
Jerman-Soviet atas Lituania, Uni Soviet memaksa negara-negara Baltik mengizinkan mereka menempatkan tentara Soviet di negara
mereka atas alasan
"bantuan bersama".[56][57][58] Finlandia menolak permintaan wilayah
dan diserang oleh Uni Soviet pada bulan November 1939.[59]Konflik yang kemudian pecah berakhir pada bulan Maret 1940 dengan konsesi oleh Finlandia.[60] Perancis dan Britania Raya, menyebut
serangan Soviet ke Finlandia sebagai alasan memasuki kancah perang di pihak
Jerman, menanggapi invasi Soviet dengan mendukung dikeluarkannya Uni Soviet
dari Liga Bangsa-Bangsa.[58]
Di Eropa Barat,
tentara Britania dikerahkan ke benua ini, namun pada fase yang dijuluki Perang Phoney oleh Britania dan
"Sitzkrieg" (perang duduk) oleh Jerman tak satupun pihak yang
melancarkan operasi besar-besaran terhadap satu sama lain sampai April 1940.[61] Uni Soviet dan Jerman membuat pakta dagang
pada bulan Februari 1940, yang berarti Soviet menerima bantuan militer dan
industri dengan imbalan menyediakan bahan mentah untuk Jerman agar bisa
mengakali pemblokiran oleh Sekutu.[62]
Pada bulan
April 1940, Jerman menginvasi Denmark dan Norwegia untuk mengamankan pengiriman bijih besi dari Swedia, yang hendak dihadang oleh Sekutu.[63]Denmark langsung menyerah, dan meski dibantu Sekutu, Norwegia berhasil dikuasai dalam waktu dua bulan.[64] Bulan Mei 1940, Britania menyerbu Islandia untuk mencegah kemungkinan invasi
Jerman ke pulau itu.[65]Ketidakpuasan Britania atas kampanye Norwegia mendorong penggantian Perdana Menteri Neville Chamberlain dengan Winston
Churchill pada tanggal
10 Mei 1940.[66]
Serbuan Poros
Jerman menyerbu Perancis, Belgia, Belanda, dan Luksemburg pada tanggal 10 Mei 1940.[67]Belanda dan Belgia kewalahan menghadapi taktik blitzkrieg dalam beberapa hari dan minggu.[68]Jalur Maginot yang dipertahankan Perancis dan pasukan Sekutu di Belgia
diakali dengan bergerak secara mengapit melintasi hutan lebat Ardennes,[69] yang disalahartikan oleh perencana
perang Perancis sebagai penghalang alami bagi kendaraan lapis baja.[70]
Tentara
Britania terpaksa keluar dari
Eropa melalui Dunkirk, meninggalkan semua peralatan beratnya pada awal Juni.[71] Tanggal 10 Juni, Italia menyerbu Perancis, menyatakan perang terhadap Perancis
dan Britania Raya;[72] dua belas hari kemudian Perancis
menyerah dan langsung
dibelah menjadi zona pendudukan
Jerman dan Italia,[73] dan sebuah negara sisa yang tak diduduki di bawah Rezim Vichy. Pada tanggal 3 Juli, Britania menyerang armada Perancis di Aljazair untuk mencegah perebutan oleh Jerman.[74]
Bulan Juni,
pada hari-hari terakhir Pertempuran Perancis, Uni Soviet memaksa
aneksasi Estonia, Latvia, dan Lituania,[57] lalu menganeksasi wilayah Bessarabia yang dipertentangkan Rumania.
Sementara itu, kesesuaian
politik dan kerja sama ekonomi Nazi-Soviet[75][76] perlahan buntu,[77][78] dan kedua negara mulai bersiap untuk
perang.[79]
Dengan Perancis
dinetralkan, Jerman memulai kampanye superioritas udara atas Britania (Pertempuran Britania) untuk mempersiapkan sebuah invasi.[80] Kampanye ini gagal, dan rencana invasi
tersebut dibatalkan pada bulan September.[80] Menggunakan pelabuhan-pelabuhan
Perancis yang baru dicaplok, Angkatan Laut Jerman menikmati kesuksesan melawan Angkatan Laut Kerajaan dengan memakai kapal-U untuk menyerang kapal-kapal Britania di Atlantik.[81] Italia memulai operasinya di
Mediterania, memulai pengepungan Malta bulan Juni, menguasai
Somaliland Britania bulan Agustus, dan menerobos wilayah Mesir Britania bulan September 1940. Jepang
meningkatkan pemblokirannya terhadap Cina pada bulan September dengan merebut sejumlah pangkalan di wilayah utara Indocina Perancis yang saat ini terisolasi.[82]
Pertempuran Britania mengakhiri serbuan Jerman di Eropa Barat.
Sepanjang
periode ini, Amerika Serikat yang netral melakukan sejumlah hal untuk membantu
Cina dan Sekutu Baratnya. Pada bulan November 1939, Undang-Undang
Netralitas diamandemen
untuk memungkinkan pembelian "beli dan
angkut" oleh Sekutu.[83] Tahun 1940, setelah pencaplokan Paris
oleh Jerman, ukuran Angkatan Laut Amerika Serikatmeningkat pesat dan, setelah serbuan Jepang ke
Indocina, Amerika Serikat memberlakukan embargo besi, baja, dan barang-barang mekanik
terhadap Jepang.[84] Pada bulan September, Amerika Serikat
menyetujui penukaran kapal penghancur AS dengan
pangkalan Britania Raya.[85] Tetap saja, mayoritas rakyat Amerika
Serikat menentang intervensi militer langsung apapun terhadap konflik ini
sampai tahun 1941.[86]
Pada akhir
September 1940, Pakta Tiga Pihak menyatukan Jepang, Italia, dan Jerman
untuk meresmikan Kekuatan Poros. Pakta Tiga Pihak ini menegaskan bahwa
negara apapun, kecuali Uni Soviet, yang tidak terlibat dalam perang yang
menyerang Kekuatan Poros apapun akan dipaksa berperang melawan ketiganya.[87] Pada waktu itu, Amerika Serikat terus
mendukung Britania Raya dan Cina dengan memperkenalkan kebijakan Lend-Lease yang mengizinkan pengiriman material dan barang-barang
lain[88] dan membuat zona keamanan yang
membentang hingga separuh Samudra Atlantik agar Angkatan Laut Amerika Serikat bisa melindungi konvoi Britania.[89] Akibatnya, Jerman dan Amerika Serikat
terlibat dalam peperangan laut di Atlantik Utara dan Tengah pada Oktober 1941,
bahkan meski Amerika Serikat secara resmi tetap netral.[90][91]
Blok Poros
meluas bulan November 1940 ketika Hongaria, Slowakia, dan Rumania bergabung dengan Pakta Tiga Pihak ini.[92] Rumania akan memberi kontribusi besar terhadap perang Poros melawan Uni
Soviet, sebagian untuk merebut kembali wilayah yang diserahkan kepada Soviet, sebagian lagi demi memenuhi keinginan
pemimpinnya, Ion Antonescu, untuk melawan komunisme.[93] Pada bulan Oktober 1940, Italia menyerbu Yunani, tetapi beberapa hari kemudian digagalkan dan dipukul
sampai Albania yang berakhir dengan kebuntuan.[94] Bulan Desember 1940, pasukan
Persemakmuran Britania Raya memulai serangan balasan terhadap pasukan Italia di Mesir dan Afrika Timur Italia.[95] Pada awal 1941, dengan pasukan Italia
dipukul hingga Libya oleh Persemakmuran, Churchill memerintahkan pengerahan tentara dari Afrika untuk membantu Yunani.[96]Angkatan Laut Italia juga menderita kekalahan besar, dengan
Angkatan Laut Kerajaan membuat tiga kapal perang Italia tidak berfungsi melalui
serangan kapal induk di Taranto, dan menetralisasi beberapa kapal
perang lain pada Pertempuran Tanjung Matapan.[97]
Jerman segera
turun tangan untuk membantu Italia. Hitler mengirimkan pasukan Jerman ke Libya pada bulan Februari, dan pada akhir
Maret mereka melancarkan serangan terhadap pasukan Persemakmuran yang
semakin sedikit.[98] Dalam kurun sebulan, pasukan
Persemakmuran dipukul mundur ke Mesir dengan pengecualian pelabuhan Tobruk yang dikepung.[99] Persemakmuran berupaya mengusir pasukan Poros pada bulan Mei dan lagi pada bulan Juni, tetapi keduanya
gagal.[100] Pada awal April, setelah
penandatanganan Pakta Tiga Pihak oleh Bulgaria, Jerman turun tangan di Balkan dengan menyerbu Yunani dan Yugoslavia setelah terjadi kudeta; di sini mereka membuat kemajuan besar,
sehingga memaksa Sekutu pindah setelah Jerman menguasai pulau
Kreta, Yunani pada akhir
Mei.[101]
Sekutu sempat
beberapa kali berhasil pada saat itu. Di Timur Tengah, pasukan Persemakmuran
pertama menggagalkan kudeta di Irak yang dibantu pesawat Jerman dari
pangkalan-pangkalan di Suriah Vichy,[102] kemudian dengan bantuan Perancis Merdeka, menyerbu Suriah dan Lebanon untuk mencegah peristiwa seperti itu
lagi.[103] Di Atlantik, Britania berhasil
menaikkan moral publik dengan menenggelamkan
kapal perang Jerman Bismarck.[104] Mungkin yang terpenting adalah pada
Pertempuran Britania, Angkatan Udara Kerajaan berhasil bertahan dari serangan
Luftwaffe dan kampanye pengeboman Jerman yang berakhir bulan Mei 1941.[105]
Di Asia, meski
sejumlah serangan dari kedua pihak, perang antara Cina dan Jepang buntu pada
tahun 1940. Demi meningkatkan tekanan terhadap Cina dengan memblokir rute-rute
suplai, dan untuk memosisikan pasukan Jepang dengan tepat andai pecah perang
dengan negara-negara Barat, Jepang merebut kendali militer di Indocina selatan[106] Pada Agustus 1940, kaum komunis Cina melancarkan serangan di Tiongkok Tengah; sebagai balasan, Jepang menerapkan
kebijakan keras (Kebijakan Serba Tiga) di daerah-daerah pendudukan untuk
mengurangi sumber daya manusia dan bahan mentah untuk pasukan komunis.[107] Antipati yang terus berlanjut antara
pasukan komunis dan nasionalis Cina memuncak pada
pertempuran bersenjata pada bulan Januari 1941, secara efektif mengakhiri kerja
sama mereka.[108]
Dengan
stabilnya situasi di Eropa dan Asia, Jerman, Jepang, dan Uni Soviet
mempersiapkan diri. Dengan kekhawatiran Soviet terhadap meningkatnya ketegangan
dengan Jerman dan rencana Jepang untuk memanfaatkan Perang Eropa dengan merebut
jajahan Eropa yang kaya sumber daya alam di Asia Tenggara, kedua kekuatan ini
menandatangani Pakta Netralitas Soviet–Jepang pada bulan April 1941.[109] Kebalikannya, Jerman bersiap-siap
menyerang Uni Soviet dengan menempatkan pasukan dalam jumlah besar di
perbatasan Soviet.[110]
Perang global (1941)
Pada tanggal
22 Juni 1941, Jerman, bersama anggota Poros Eropa lainnya dan Finlandia,
menyerbu Uni Soviet dalam Operasi Barbarossa. Target utama serangan kejutan ini[111] adalah kawasan Baltik, Moskwa dan Ukraina dengan tujuan utama mengakhiri kampanye 1941 dekat jalur Arkhangelsk-Astrakhan yang menghubungkan Laut Kaspia dan Laut Putih. Tujuan Hitler adalah menghancurkan
Uni Soviet sebagai sebuah kekuatan militer, menghapus komunisme, menciptakan Lebensraum ("ruang hidup")[112] dengan memiskinkan penduduk asli[113] dan menjamin akses ke sumber daya
strategis yang diperlukan untuk mengalahkan musuh-musuh Jerman yang tersisa.[114]
Meski Angkatan Darat Merah mempersiapkan serangan balasan strategis sebelum perang,[115]Barbarossa memaksa komando tertinggi Soviet mengadopsi pertahanan strategis. Sepanjang musim panas, Poros berhasil
menerobos jauh ke dalam wilayah Soviet, mengakibatkan kerugian besar dalam hal
personil dan material. Pada pertengahan Agustus, Komando Tinggi Angkatan Darat Jerman memutuskan menunda serangan oleh Army Group Centre yang kecil dan mengalihkan Satuan Panzer ke-2 untuk membantu tentara yang maju
melintasi Ukraina tengah dan Leningrad.[116]Serangan Kiev sukses besar dan berakhir dengan
pengepungan dan penghancuran empat unit pasukan Soviet, serta memungkinkan pergerakan lebih lanjut di Krimea dan Ukraina Timur yang industrinya
maju (Pertempuran Kharkov Pertama).[117]
Pengalihan tiga
per empat pasukan Poros dan sebagian besar angkatan udaranya dari Perancis dan
Mediterania tengah ke Front Timur[118] membuat Britania mempertimbangkan
kembali strategi besarnya.[119] Pada bulan Juli, Britania Raya dan Uni
Soviet membentuk aliansi militer melawan Jerman[120] Britania dan Soviet menyerbu Iran untuk melindungi Koridor Persia dan ladang minyak Iran.[121] Bulan Agustus, Britania Raya dan
Amerika Serikat bersama-sama meresmikan Piagam Atlantik.[122]
Pada bulan
Oktober, ketika tujuan operasional Poros di Ukraina dan Baltik tercapai, dengan
pengepungan Leningrad[123] dan Sevastopol yang masih berlanjut,[124] sebuah serangan besar ke Moskwa dilancarkan kembali. Setelah dua bulan bertempur sengit,
pasukan Jerman hampir mencapai pinggiran terluar Moskwa, tempat
tentara-tentaranya yang lelah[125] terpaksa menunda serangan mereka.[126] Pencaplokan teritorial besar dilakukan
oleh pasukan Poros, tetapi kampanye mereka gagal mencapai tujuan utamanya: dua
kota utama masih dikuasai Soviet, kemampuan memberontak Soviet gagal dipadamkan, dan Uni
Soviet mempertahankan banyak sekali potensi militernya. Faseblitzkrieg perang di Eropa telah berakhir.[127]
Animasi Teater
Eropa PDII.
Pada awal
Desember, pasukan cadangan yang baru dimobilisasi[128] memungkinkan Soviet menyamakan jumlah
tentaranya dengan Poros.[129] Hal ini, bersama data intelijen yang menetapkan jumlah minimum tentara Soviet di Timur
yang cukup untuk mencegah serangan apapun oleh Angkatan Darat Kwantung Jepang,[130] memungkinkan Soviet memulai serangan balasan massal yang dimulai tanggal 5 Desember di
front sepanjang 1.000 kilometer (620 mil) dan mendesak tentara Jerman
mundur 100–250 kilometers (62–160 mil) ke barat.[131]
Keberhasilan
Jerman di Eropa menggugah Jerman untuk meningkatkan tekanannya terhadap
pemerintah-pemerintah Eropa di Asia Tenggara. Pemerintah Belanda setuju
menyediakan minyak untuk Jepang dari Hindia Timur Belanda, namun menolak menyerahkan kendali politik atas
koloninya. Perancis Vichy, sebaliknya, menyetujui pendudukan Jepang di Indocina Perancis.[132] Pada bulan Juli 1941, Amerika Serikat,
Britania Raya, dan pemerintah Barat lainnya bereaksi terhadap pendudukan
Indocina dengan membekukan aset-aset Jepang, sementara Amerika Serikat (yang
menyediakan 80 persen minyak Jepang[133]) merespon dengan menerapkan embargo
minyak secara penuh.[134] Ini berarti Jepang terpaksa memilih
antara mengabaikan ambisinya di Asia dan perang melawan Cina, atau merebut
sumber daya alam yang diperlukan melalui kekuatan; militer Jepang tidak
menganggap yang pertama sebagai pilihan, dan banyak pejabat menganggap embargo
minyak sebagai pernyataan perang tidak langsung.[135]
Jepang
berencana merebut koloni-koloni Eropa di Asia dengan cepat untuk menciptakan
perimeter defensif besar yang membentang hingga Pasifik Tengah; Jepang kemudian
bebas mengeksploitasi sumber daya di Asia Tenggara sambil menyibukkan Sekutu
dengan melancarkan perang defensif.[136] Untuk mencegah intervensi Amerika
Serikat sambil mengamankan perimeter, Jepang berencana menetralisasi Armada Pasifik Amerika Serikat dari kancah perang.[137] Pada tanggal 7 Desember (8 Desember di
Asia) 1941, Jepang menyerang aset-aset Britania dan Amerika Serikat dengan serangan di Asia Tenggara dan Pasifik
Tengah secara nyaris
bersamaan.[138] Peristiwa ini meliputi serangan ke armada Amerika Serikat di Pearl Harbor, pendaratan di Thailand dan Malaya[138] dan pertempuran Hong Kong.
Kejatuhan Singapura pada Februari 1942 mengakibatkan 80.000 tentara Sekutu
ditangkap dan diperbudak oleh Jepang.
Serangan-serangan
ini mendorong Amerika Serikat, Britania Raya, Cina, Australia, dan beberapa negara
lain secara resmi menyatakan perang terhadap Jepang, sementara Uni Soviet,
karena sedang terlibat dalam perang besar-besaran dengan blok Poros Eropa,
memilih untuk tetap netral dengan Jepang.[139][140] Jerman dan negara-negara Poros
menanggapi dengan menyatakan perang terhadap Amerika Serikat. Pada bulan
Januari, Amerika Serikat, Britania Raya, Uni Soviet, Cina, dan 22 pemerintahan
kecil atau terasingkan mengeluarkan Deklarasi oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa, sehingga memperkuat Piagam Atlantik,[141] dan melakukan kewajiban untuk tidak
menandatangani perjanjian damai terpisah dengan negara-negara Poros. Sejak
1941, Stalin terus meminta Churchill, dan kemudian Roosevelt, untuk membuka
'front kedua' di Perancis.[142] Front Timur menjadi teater perang
besar di Eropa dan jumlah korban Soviet yang berjumlah jutaan menciutkan jumlah
korban Sekutu Barat yang hanya ratusan ribu orang; Churchill dan Roosevelt
mengatakan mereka butuh lebih banyak waktu untuk persiapan, sehingga
memunculkan klaim bahwa mereka sengaja buntu untuk menyelamatkan orang-orang
Barat dengan mengorbankan orang-orang Soviet.[143]
Sementara itu,
pada akhir April 1942, Jepang dan sekutunya Thailand hampir menguasai seluruh Burma, Malaya, Hindia Timur Belanda, Singapura,[144] dan Rabaul, sehingga menambah kerugian bagi
tentara Sekutu dan banyak di antara mereka yang ditawan. Meski memberontak
habis-habisan di Corregidor, Filipina akhirnya ditaklukkan pada bulan Mei 1942 dan memaksa
pemerintah Persemakmuran Filipina mengasingkan diri.[145] Pasukan Jepang juga memenangkan
pertempuran laut di Laut Cina Selatan, Laut Jawa, dan Samudra Hindia,[146] dan mengebom
pangkalan laut Sekutu di Darwin, Australia. Satu-satunya kesuksesan sejati Sekutu
melawan Jepang adalah kemenangan Cina di Changsha pada awal Januari 1942.[147] Kemenangan-kemenangan mudah atas lawan
yang tidak punya persiapan ini membuat Jepang terlalu percaya diri dan
berlebihan.[148]
Jerman juga
mewujudkan inisiatifnya. Dengan mengeksploitasi keputusan komando laut Amerika
Serikat yang ragu-ragu, Angkatan Laut
Jermanmengacaukan jalur kapal Sekutu di lepas pesisir Atlantik Amerika
Serikat.[149] Meski kalah besar, anggota Poros Eropa
menghentikan serbuan Soviet di Rusia Tengah dan Selatan, sehingga melindungi
sebagian besar jajahan yang mereka peroleh pada tahun sebelumnya.[150] Di Afrika Utara, Jerman melancarkan
sebuah serangan pada bulan Januari yang memukul Britania kembali ke posisinya
di Garis Gazala pada awal Februari,[151] diikuti oleh meredanya pertempuran
untuk sementara yang dimanfaatkan Jerman untuk mempersiapkan serangan mereka
selanjutnya.[152]
Kebuntuan serbuan Poros (1942)
Pada awal Mei
1942, Jepang memulai operasi untuk menduduki Port Moresby dengan serangan amfibi dan memutuskan komunikasi dan jalur
suplai antara Amerika Serikat dan Australia. Akan tetapi, Sekutu berhasil
mencegah invasi ini dengan mencegat dan mengalahkan pasukan laut Jepang pada Pertempuran Laut Koral.[153] Rencana Jepang selanjutnya,
termotivasi oleh Serangan Doolittle sebelumnya, adalah merebut Atol Midway dan memancing kapal induk Amerika
Serikat ke kancah perang untuk dihancurkan; sebagai aksi pengalihan, Jepang
juga mengirimkan pasukan untuk menduduki Kepulauan Aleut di Alaska.[154] Pada awal Juni, Jepang melaksanakan
operasinya, tetapi Amerika Serikat, setelah berhasil memecahkan kode laut Jepang pada akhir Mei, mengetahui semua
rencana dan pemindahan pasukan mereka dan memakai pengetahuan ini untuk memperoleh kemenangan telak di Midway atas Angkatan Laut Kekaisaran Jepang.[155]
Dengan
kapasitasnya untuk bertindak secara agresif hilang akibat Pertempuran Midway,
Jepang memilih fokus pada upaya menduduki Port Moresby melalui kampanye darat di Teritori Papua.[156] AMerika Serikat merencanakan serangan
balasan terhadap posisi Jepang di selatan Kepulauan
Solomon, terutama Guadalcanal, sebagai tahap pertama menduduki Rabaul, pangkalan utama Jepang di Asia
Tenggara.[157]
Kedua rencana
ini dimulai bulan Juli, namun pada pertengahan September, Pertempuran Guadalcanal dimenangkan Jepang, dan tentara-tentara di Nugini
diperintahkan mundur dari Port Moresby ke bagian utara
pulau, tempat mereka
menghadapi tentara Australia dan Amerika Serikat dalam Pertempuran Buna-Gona.[158] Guadalcanal segera menjadi titik fokus
bagi kedua pihak dengan komitmen besar tentara dan kapal dalam pertempuran
Guadalcanal. Pada awal 1943, Jepang dikalahkan di pulau ini dan menarik tentara
mereka.[159] Di Burma, pasukan Persemakmuran
melancarkan dua operasi. Pertama, ofensif ke wilayah Arakan pada akhir 1942 gagal dan memaksa
pasukan mundur ke India bulan Mei 1943.[160] Kedua, penyisipan pasukan ireguler ke belakang garis depan Jepang bulan
Februari yang, pada akhir April, memperoleh hasil yang diragukan.[161]
Di front timur Jerman, pasukan Poros mematahkan serangan Soviet di Semenanjung Kerch dan Kharkov,[162] dan kemudian melancarkan serangan musim panas utamanya terhadap Rusia Selatan pada
bulan Juni 1942 untuk menguasai ladang minyak di Kaukasus dan menduduki stepaKuban, sementara mempertahankan posisi di wilayah front
sebelah utara dan tengah. Jerman membagi Grup Angkatan Darat Selatan menjadi dua grup: Grup Angkatan Darat A bergerak ke Sungai Don, sementara Grup Angkatan Darat B bergerak ke sebelah tenggara Kaukasus
menuju Sungai Volga.[163] Soviet memutuskan bertahan di
Stalingrad yang berada di jalur pergerakan pasukan Jerman.
Pada
pertengahan November, Jerman hampir berhasil menduduki Stalingrad dalam pertempuran jalanan saat Soviet memulai serangan balasan
musim dingin keduanya, dimulai dengan mengepung
pasukan Jerman di Stalingrad[164] dan serangan ke unggulan Rzhev dekat Moskwa, meski upaya terakhir gagal besar.[165] Pada awal Februari 1943, Angkatan
Darat Jerman menderita kekalahan besar; tentara Jerman di Stalingrad dipaksa
menyerah[166] dan garis depan dimundurkan hingga
posisinya sebelum serangan musim panas. Pada pertengahan Februari, setelah
desakan Soviet meruncing, Jerman melancarkan serangan lain ke Kharkov dan membentuk unggulan baru di garis depan mereka di sekitar
kota Kursk, Rusia.[167]
Pada bulan
November 1941, pasukan Persemakmudan mengadakan serangan balasan, Operasi Crusader, di Afrika Utara dan mengklaim kembali
semua wilayah yang direbut Jerman dan Italia.[168] Di Barat, kekhawatiran bahwa Jepang
mungkin memakai pangkalan di Madagaskar Vichy mendorong Britania menyerbu pulau ini pada awal Mei 1942.[169] Kesuksesan ini tidak bertahan lama
setelah Poros berhasil memukul Sekutu kembali ke Mesir dalam serangan di Libya sampai pasukan Poros dihentikan di El Alamein.[170] Di Eropa, serangan komando Sekutu terhadap target-target strategis, berakhir dengan
Serangan Dieppe yang menghancurkan,[171] menunjukkan ketidakmampuan Sekutu
Barat untuk melancarkan invasi ke daratan Eropa tanpa persiapan, perlengkapan,
dan keamanan operasional yang lebih baik.[172]
Pada bulan
Agustus 1942, Sekutu sukses mematahkan serangan kedua terhadap El Alamein[173] dan, dengan banyak korban, berupaya mengirimkan suplai ke Malta yang sedang dikepung.[174] Beberapa bulan kemudian, Sekutu melancarkan serangan di Mesir, memecah pasukan Poros dan
mendorong mereka ke barat melintasi Libya.[175] Serangan ini tidak lama kemudian
dilanjutkan dengan invasi
Inggris-Amerika Serikat ke Afrika Utara Perancis, yang berakhir dengan bergabungnya
wilayah ini dengan Sekutu.[176] Hitler menanggapi pendudukan koloni
Perancis ini dengan memerintahkan pendudukan Perancis Vichy;[176] meski pasukan Vichy sendiri tidak
melawan pelanggaran gencatan senjata ini, mereka berusaha menenggelamkan
armadanya sendiri agar tidak direbut pasukan Jerman.[177] Pasukan Poros yang sekarang kewalahan
di Afrika mundur hingga Tunisia, yang kemudian dikuasai Sekutu pada bulan 1943.[178]
Sekutu menguasai medan (1943)
Setelah
Kampanye Guadalcanal, Sekutu memulai sejumlah operasi melawan Jepang di
Pasifik. Pada bulan Mei 1943, pasukan Sekutu dikirim untuk mengusir pasukan Jepang dari Kepulauan Aleut,[179] dan segera memulai operasi besar untul
mengisolasi Rabaul dengan menduduki
pulau-pulau sekitarnya, dan menembus
perimeter Pasifik Tengah Jepang di Kepulauan Gilbert dan Marshall.[180] Pada akhir Maret 1944, Sekutu
menyelesaikan kedua misi ini, dan selain itu menetralisasi pangkalan Jepang di Truk di Kepulauan Caroline. Bulan April, Sekutu melancarkan
operasi mencaplok kembali Nugini Barat.[181]
Di Uni Soviet,
baik Jerman dan Soviet menghabiskan musim semi dan awal musim panas 1943 dengan
bersiap-siap untuk serangan besar di Rusia Tengah. Tanggal 4 Juli 1943, Jerman menyerang pasukan Soviet di sekitar Kursk Bulge. Dalam satu minggu, pasukan Jerman
lelah menghadapi pertahanan Soviet yang sangat teratur[182][183] dan, untuk pertama kalinya dalam
perang ini, Hitler membatalkan sebuah operasi sebelum memperoleh kesuksesan
taktis atau operasional.[184] Keputusan ini sebagian dipengaruhi
oleh invasi Sisilia oleh Sekutu Barat pada 9 Juli yang, bersama
kegagalan-kegagalan Italia sebelumnya, berujung pada penggulingan dan penahanan
Mussolini pada akhir bulan itu.[185]
Tanggal 12 Juli
1943, Soviet melancarkan serangan balasannya sendiri, sehingga memupuskan harapan
apapun bagi Angkatan Darat Jerman untuk memenangkan pertempuran atau buntu di
timur. Kemenangan Soviet di Kursk menandai kejatuhan superioritas Jerman[186] dan memberi Uni Soviet inisiatif di
Front Timur.[187][188] Jerman berusaha menstabilkan front
timur mereka di sepanjang garis Panther-Wotan yang sangat dipertahankan, namun
Soviet berhasil mendobraknya di Smolensk dan Serangan Dnieper Hilir.[189]
Pada awal
September 1943, Sekutu Barat menyerbu daratan Italia, diikuti gencatan
senjata Italia dengan Sekutu.[190] Jerman menanggapinya dengan
melumpuhkan pasukan Italia, mengambil alih kendali militer di wilayah Italia,[191] dan membuat serangkaian garis
pertahanan.[192] Pasukan khusus Jerman kemudian menyelamatkan Mussolini, yang kemudian mendirikan negara klien
baru di Italia dudukan Jerman bernama Republik Sosial Italia.[193] Sekutu Barat berperang melintasi
beberapa garis hingga garis pertahanan utama Jerman pada pertengahan November.[194]
Operasi Jerman
di Atlantik juga terganggu. Pada Mei 1943, dengan efektifnya serangan
balasan Sekutu, kerugian
kapal selam Jerman yang besar memaksa kampanye laut Atlantik Jerman ditunda.[195] Pada bulan November 1943, Franklin D. Roosevelt dan Winston Churchill bertemu dengan Chiang Kai-shekdi Kairo[196] dan Joseph Stalin di Teheran.[197] Konferensi pertama menentukan
pengembalian teritori Jepang pascaperang,[196] sementara yang terakhir menghasilkan
perjanjian bahwa Sekutu Barat akan menyerbu Eropa pada tahun 1944 dan Uni
Soviet akan menyatakan perang terhadap Jepang dalam tiga bulan setelah
kekalahan Jerman.[197]
Sejak November
1943, selama tujuh minggu di Pertempuran Changde, Cina memaksa Jepang memasuki perang
atrisi yang merugikan sambil menunggu bantuan Sekutu.[198][199] Bulan Januari 1944, Sekutu melancarkan
serangkaian serangan di Italia terhadap
garis di Monte Cassino dan berupaya menembusnya dengan mendarat di Anzio.[200] Pada akhir Januari, serangan besar Sovietmengusir pasukan Jerman dari wilayah
Leningrad,[201] dan mengakhiri pengepungan
paling mematikan dan terlama sepanjang sejarah.
Serangan Soviet selanjutnyaterhalang di perbatasan Estonia sebelum perang oleh Grup Angkatan Darat Utara Jerman yang dibantu penduduk Estonia yang berharap menetapkan
kembali kemerdekaan nasional mereka. Penundaan ini memperlambat operasi Soviet
selanjutnya di kawasan Laut Baltik.[202] Pada akhir Mei 1944, Soviet berhasil membebaskan Krimea, mengusir pasukan Poros besar-besaran
dari Ukraina, dan melakukan terobosan ke teritori Rumania, yang dipukul balik oleh pasukan
Poros.[203] Serangan Sekutu di Italia berhasil
dan, dengan mengizinkan sejumlah divisi Jerman mundur, pada tanggal 4 Juni
Roma ditaklukkan.[204]
Sekutu
mengalami berbagai keberhasilan di daratan Asia. Bulan Maret 1944,Jepang
melancarkan invasi pertama dari dua rencananya, operasi melawan posisi Britania di Assam, India,[205] dan kemudian mengepung posisi
Persemakmuran di Imphal dan Kohima.[206] Bulan Mei 1944, pasukan Britania
melakukan serangan balasan yang mendorong tentara Jepang kembali ke Burma,[206] dan pasukan Cina yang menyerbu Burma
utara pada akhir 1943 mengepung tentara Jepang di Myitkyina.[207]Invasi Jepang
kedua berupaya
menghancurkan pasukan tempur utama Cina, melindungi jalur kereta api di antara
teritori dudukan Jepang dan menduduki lapangan udara Sekutu.[208] Bulan Juni, Jepang telah menguasai
provinsi Henan dan memulai serangan baru terhadap Changsha di provinsi Hunan.[209]
Sekutu mendekat (1944)
Invasi Normandia oleh Sekutu, 6 Juni 1944
Personil dan
perlengkapan Pasukan Merah melintasi sungai saat musim panas utara 1944
Pada tanggal 6
Juni 1944 (dikenal sebagai D-Day), setelah tiga
tahun ditekan Soviet,[143] Sekutu Barat menyerbu
Perancis Utara. Setelah
menyusun kembali beberapa divisi Sekutu dari Italia, mereka juga menyerang Perancis Selatan.[210] Semua pendaratan ini berhasil dan
berakhir dengan kekalahan unit Angkatan Darat Jerman di Perancis. Paris dibebaskan oleh pemberontakan lokal yang dibantu Pasukan Perancis Merdeka pada tanggal 25 Agustus[211] dan Sekutu Barat terus memukul pasukan
Jerman di Eropa Timur
sepanjang paruh terakhir tahun ini. Sebuah upaya bergerak maju melintasi Jerman
Utara yang diawali dengan operasi udara besar-besaran di Belanda tidak berhasil.[212] Setelah itu, Sekutu Barat pelan-pelan
masuk wilayah Jerman, namun gagal menyeberangi Sungai Rur dalam serangan besar. Di Italia,
serbuan Sekutu juga terhambat saat mereka melintasi garis pertahanan besar Jerman terakhir.
Pada tanggal 22
Juni, Soviet mengadakan serangan strategis di Belarus ("Operasi Bagration") yang berakhir dengan nyaris kehancuran total Pusat Grup Angkatan Darat Jerman.[213] Tidak lama selepas itu, serangan strategis Soviet lainnya mengusir tentara Jerman dari Ukraina
Barat dan Polandia Timur. Pergerakan Soviet sukses memaksa pasukan pemberontak di Polandiamemulai sejumlah pemberontakan, meski yang terbesar di Warsawa, serta Pemberontakan Slowakia di selatan, tidak dibantu Soviet dan
dipadamkan oleh pasukan Jerman.[214]Serangan strategis Pasukan Merah di
Rumania timur memecah belah
dan menghancurkan pasukan Jerman
di sana sekaligus
berhasil menggulingkan pemerintahan di Rumania dan Bulgaria, diikuti dengan memihaknya
negara-negara tersebut ke Sekutu.[215]
Pada bulan
September 1944, tentara Angkatan Darat Merah Soviet melaju hingga Yugoslavia dan memaksa penarikan cepat Grup Angkatan Darat Jerman E dan F di Yunani, Albania, dan Yugoslavia untuk menyelamatkan mereka dari kehancuran.[216] Pada saat ini, Partisan Komunis pimpinan Marsekal Josip Broz Tito, yang memulai kampanye gerilya sukses melawan pendudukan sejak 1941,
menguasai sebagian besar teritori Yugoslavia dan terlibat dalam menunda
serangan terhadap pasukan Jerman di selatan. Di Serbia utara, Pasukan Merah, dengan bantuan terbatas dari pasukan Bulgaria, membantu Partisan dalam pembebasan bersama ibu kota Belgrade tanggal 20 Oktober. Beberapa hari
kemudian, Soviet melancarkan serangan massal terhadap Hongaria dudukan Jerman yang berlangsung sampai jatuhnya Budapest pada bulan Februari 1945.[217] Kebalikan dengan kemenangan impresif
Soviet di Balkan, pemberontakan Finlandia terhadap serangan Soviet di Tanah Genting Karelia menggagalkan pendudukan Soviet di
Finlandia dan berakhir dengan penandatanganan gencatan senjata Soviet-Finlandia pada kondisi relatif kondusif,[218][219] disertai memihaknya
Finlandia ke Sekutu.
Pada awal Juli,
pasukan Persemakmuran di Asia Tenggara menggagalkan pengepungan Jepang di
Assam, memukul pasukannya kembali hingga Sungai Chindwin[220] sementara Cina mencaplok Myitkyina. Di
Cina, Jepang menuai kesuksesan besar, berhasil mencaplok Changsha pada
pertengahan Juni dan kota Hengyang pada awal Agustus.[221] Selepas itu, mereka menyerbu provinsi
Guangxi, memenangkan pertempuran besar melawan pasukan Cina di Guilin dan Liuzhou pada akhir November[222] dan berhasil menyatukan pasukan mereka
di Tiongkok dan Indocina pada pertengahan Desember.[223]
Di Pasifik,
pasukan Amerika Serikat terus menekan mundur perimeter Jepang. Pada pertengahan
Juni 1944, mereka memulai serangan ke
Kepulauan Mariana dan Palau, dan dengan telak mengalahkan pasukan Jepang pada Pertempuran Laut Filipina. Kekalahan-kekalahan ini memaksa
Perdana Menteri Jepang Tōjō mengundurkan diri dan memberi Amerika
Serikat keunggulan atas pangkalan udara baru untuk melancarkan serangan bom
besar-besaran di kepulauan utama Jepang. Pada akhir Oktober, pasukan Amerika
Serikat menyerbu pulau
Leyte, Filipina; tidak lama kemudian, angkatan laut Sekutu mencetak kemenangan besar pada Pertempuran Teluk Leyte, salah satu pertempuran laut terbesar
sepanjang sejarah.[224]
Poros runtuh, Sekutu menang (1945)
Tanggal 16
Desember 1944, Jerman mengupayakan kesuksesan terakhirnya di Front Barat dengan
mengerahkan sisa-sisa pasukan cadangannya untuk melancarkan serangan balasan massal di Ardennes untuk memecah belah Sekutu Barat,
mengepung sebagian besar tentara Sekutu Barat dan menaklukkan pelabuhan suplai
utama mereka di Antwerp demi mencapai penyelesaian politik.[225] Pada Januari, serangan ini digagalkan
tanpa satu tujuan strategis pun yang tercapai.[225] Di italia, Sekutu Barat tetap buntu di
garis pertahanan Jerman. Pada pertengahan Januari 1945, Soviet menyerbu
Polandia, bergerak dari Sungai Vistula ke Sungai
Oder di Jerman, dan
menduduki Prusia Timur.[226] Tanggal 4 Februari, para pemimpin
A.S., Britania Raya, dan Soviet bertemu di Konferensi
Yalta. Mereka
menyetujui pendudukan di Jerman pascaperang,[227] dan Uni Soviet bergabung dalam perang
melawan Jepang.[228]
Pada bulan
Februari, Soviet menginvasi Silesia dan Pomerania, sementara Sekutu Barat memasuki Jerman Barat dan mendekati Sungai Rhine. Bulan Maret, Sekutu Barat melintasi
Rhine di utara dan selatanRuhr, mengepung Grup Agkatan Darat Jerman B,[229] sementara Soviet melaju ke Wina. Pada awal April, Sekutu Barat
akhirnya berhasil
membuat kemajuan di Italia dan bergerak melintasi Jerman Barat, sementara pasukan
Soviet menyerbu Berlin pada akhir April; kedua pasukan bertemu di sungai Elbe tanggal 25 April. Tanggal 30 April
1945, Reichstag diduduki dan menandakan kekalahan
militer Reich Ketiga.[230]
Sejumlah
perubahan kepemimpinan terjadi pada masa ini. Tanggal 12 April, Presiden A.S.
Roosevelt meninggal dunia dan digantikan oleh Harry Truman. Benito Mussolini dibunuh oleh partisan Italia tanggal 28 April.[231] Dua hari kemudian, Hitler bunuh diri dan digantikan oleh Laksamana AgungKarl Dönitz.[232]
Pasukan Jerman
menyerah di Italia pada tanggal 29 April. Instrumen
penyerahan diri Jerman ditandatangani tanggal 7 Mei di Reims,[233] dan diratifikasi tanggal 8 Mei di Berlin.[234] Pusat Grup Angkatan Darat Jerman bertahan di Praha sampai 11 Mei.[235]
Di teater
Pasifik, pasukan Amerika Serikat dibantu Persemakmuran Filipina bergerak maju di Filipina, membebaskan
Leyte pada akhir
April 1945. Mereka mendarat di Luzon bulan Januari 1945 dan mencaplok Manila bulan Maret setelah pertempuran yang
menghancurkan kota ini. Pertempuran berlanjut di Luzon, Mindanao dan pulau-pulau lain di Filipina
sampai berakhirnya perang.[236]
Bulan Mei 1945,
tentara Australia mendarat di Kalimantan dan menduduki ladang minyak di sana.
Pasukan Britania, Amerika Serikat, dan Cina mengalahkan Jepang di Burma utara
pada bulan Maret, dan Britania mencapai Rangoon pada tanggal 3 Mei.[237] Pasukan Cina mulai balas menyerang
pada Pertempuran Hunan Barat yang pecah antara 6 April dan 7 Juni
1945. Pasukan Amerika Serikat juga bergerak ke Jepang, mencaplok Iwo Jima pada bulan
Maret, dan Okinawa pada akhir
Juni.[238] Pesawat pengebom Amerika Serikat menghancurkan kota-kota Jepang dan kapal selam Amerika Serikat memutuskan
impor Jepang.[239]
Tanggal 11
Juli, para pemimpin Sekutu bertemu di Potsdam, Jerman. Mereka menyetujui perjanjian awal tentang Jerman,[240] dan menegaskan tuntutan penyerahan
diri semua pasukan Jepang oleh Jepang, dengan menyatakan bahwa "alternatif
bagi Jepang adalah kehancuran dalam waktu singkat".[241] Dalam konferensi ini, Britania Raya
mengadakan pemilu dan Clement Attlee menggantikan Churchill sebagai Perdana
Menteri.[242]
Saat Jepang
terus mengabaikan persyaratan Potsdam, Amerika Serikat menjatuhkan bom
atom di kota Hiroshima dan Nagasaki, Jepang, pada
awal Agustus. Di antara kedua pengeboman ini, Soviet, sesuai perjanjian Yalta, menyerbu Manchuria dudukan Jepang dan dengan cepat mengalahkan Angkatan Darat Kwantung yang saat itu merupakan pasukan tempur
Jepang terbesar.[243][244] Pasukan Merah juga menduduki Pulau Sakhalin dan Kepulauan Kuril. Pada tanggal 15 Agustus 1945, Jepang menyerah dengan penandatanganan dokumen
penyerahan diri di atas geladak kapal perang Amerika Serikat USS Missouri pada tanggal 2 September 1945, sehingga mengakhiri
perang ini.[233]
Dampak
Sekutu
mendirikan pemerintahan pendudukan di Austria dan Jerman. Negara pertama menjadi negara netral
dan tidak memihak dengan blok politik manapun. Negara terakhir dibelah menjadi
zona pendudukan barat dan timur yang dikuasai Sekutu Barat dan Uni Soviet.
Program denazifikasi di Jerman melibatkan pengadilan penjahat perang Nazi dan penggulingan mantan Nazi dari kekuasaan, meski
kebijakan ini lebih condong ke amnesti dan reintegrasi mantan Nazi ke
masyarakat Jerman Barat.[245]
Jerman
kehilangan seperempat wilayahnya sebelum perang (1937), wilayah timur: Silesia, Neumark dan sebagian besar Pomerania diambil alih Polandia; Prusia Timur dibagi antara Polandia dan Uni Soviet,
diikuti dengan pengusiran 9
juta warga Jerman dari provinsi-provinsi tersebut, serta 3 juta warga Jerman dari Sudetenland di Cekoslowakia ke Jerman. Pada
1950-an, satu dari lima orang Jerman Barat adalah pengungsi dari timur. Uni
Soviet juga menduduki provinsi milik Polandia di sebelah timur Garis Curzon (melibatkan pengusiran 2 juta warga
Polandia),[246] Rumania Timur,[247][248] dan sebagian Finlandia timur,[249] serta tiga negara Baltik.[250][251]
Perdana Menteri
Winston Churchill memberi tanda "Victory" kepada kerumunan di
London pada Hari Kemenangan di Eropa.
Demi
mempertahankan perdamaian,[252] Sekutu mendirikan Perserikatan
Bangsa-Bangsa yang resmi berdiri tanggal 24 Oktober 1945,[253] dan mengadopsi Deklarasi
Universal Hak-Hak Asasi Manusia tahun 1948 sebagai standar umum bagi semua negara anggotanya.[254] Kekuatan-kekuatan besar yang menjadi
pemenang perang—Amerika Serikat, Uni Soviet, Cina, Britania Raya, dan
Perancis—menjadi anggota permanen Dewan Keamanan PBB.[3] Kelima anggota permanen ini masih ada
sampai sekarang, meski terjadi perubahan dua kursi, angata Republik
Tiongkok dan Republik Rakyat Tiongkok tahun 1971, dan antara Uni Soviet dan negara
penggantinya, Federasi Rusia, setelah pembubaran UNi Soviet. Aliansi antara Sekutu Barat dan Uni
Soviet mulai memburuk, bahkan sejak sebelum perang berakhir.[255]
Jerman dibagi
secara de facto, dan dua negara merdeka, Republik
Federal Jerman dan Republik Demokratik Jerman[256] dibentuk di dalam perbatasan zona
pendudukan Sekutu dan Soviet. Seluruh Eropa terbagi antara cakupan pengaruh Barat dan Soviet.[257] Kebanyakan negara Eropa timur dan
tengah masuk dalam cakupan Soviet yang melibatkan pendirian rezim-rezim Komunis
dengan dukungan penuh atau setengah dari otoritas pendudukan Soviet. Akibatnya,
Polandia, Hongaria,[258]Cekoslowakia,[259]Rumania, Albania,[260] dan Jerman Timur menjadi negara satelit Soviet. Yugoslavia Komunis melaksanakan kebijakan merdeka penuh yang
menciptakan ketegangan dengan Uni Soviet.[261]
Pembagian dunia
pascaperang diresmikan oleh dua aliansi militer internasional, NATO pimpinan Amerika Serikat dan Pakta Warsawa pimpinan Soviet;[262] periode panjang ketegangan politik dan
persaingan militer di antara mereka, Perang Dingin, akan dilengkapi oleh perlombaan
senjata dan perang proksi yang tidak terduga.[263]
Di Asia,
Amerika Serikat memimpin pendudukan
Jepang dan menguasai bekas
pulau-pulau Jepang di Pasifik Barat, sementara Soviet menganeksasi Sakhalin dan Kepulauan Kuril.[264]Korea, sebelumnya di bawah kekuasaan Jepang, dibagi dan
diduduki oleh Amerika
Serikat di Selatan dan Uni Soviet di Utara antara 1945 dan 1948. Republik
terpisah muncul di kedua sisi garis paralel ke-38 pada tahun 1948,
masing-masing mengklaim sebagai pemerintahan sah untuk seluruh Korea dan
berujung pada pecahnya Perang Korea.[265]
Di Cina,
pasukan nasionalis dan komunis melanjutkan perang saudara pada bulan Juni 1946. Pasukan komunis menang dan
mendirikan Republik Rakyat Tiongkok di daratan, sementara pasukan nasionalis
mundur ke Taiwan tahun 1949.[266] Di Timur Tengah, penolakan Arab
terhadap Rencana
Pembagian Palestina Perserikatan Bangsa-Bangsa dan pembentukan Israel menandai eskalasi konflik Arab-Israel. Saat kekuatan-kekuatan kolonial Eropa berupaya merebut
kembali sebagian atau semua imperium
kolonialnya, kehilangan
prestise dan sumber daya saat perang justru menggagalkan upaya ini dan
mendorong dilakukannya dekolonisasi.[267][268]
Ekonomi global
menderita akibat perang, meski negara-negara yang terlibat terpengaruh dengan
berbagai cara. Amerika Serikat tampil lebih kaya daripada negara lain; negara
ini mengalami ledakan bayi dan pada tahun 1950 produk domestik
bruto per orangnya lebih tinggi daripada negara-negara besar lain dan Amerika
Serikat mendominasi ekonomi dunia.[269][270] Britania Raya dan Amerika Serikat
menerapkan kebijakan pelucutan industri di Jerman Barat pada tahun 1945–1948.[271] Akibat perdagangan internasional yang
saling tergantung, hal ini menciptakan stagnasi ekonomi di Eropa dan menunda
pemulihan Eropa selama beberapa tahun.[272][273]
Pemulihan
dimulai dengan reformasi mata
uang di Jerman Barat pada pertengahan 1948 dan dipercepat oleh liberalisasi kebijakan ekonomi
Eropa yang dipengaruhi Rencana
Marshall (1948–1951)
baik secara langsung maupun tidak langsung.[274][275] Pemulihan Jerman Barat pasca-1948
disebut-sebut sebagai keajaiban ekonomi Jerman.[276] Selain itu, ekonomi Italia[277][278] dan Perancis juga meroket.[279] Kebalikannya, Britania Raya berada
dalam fase kekacauan ekonomi,[280] dan terus memburuk selama beberapa
dasawarsa.[281]
Uni Soviet,
meski menderita kerugian manusia dan material yang luar biasa, juga mengalami
peningkatan pesat produksi pada masa-masa pascaperang.[282] Jepang mengalami pertumbuhan ekonomi pesat, menjadi salah satu ekonomi terkuat
dunia pada tahun 1980-an.[283] Cina kembali ke produksi industrinya
sebelum perang pada tahun 1952.[284]
Peta kolonisasi dunia tahun 1945. Dengan berakhirnya
perang, perang pembebasan bangsa tercipta, berakhir dengan pembentukan Israel dan dekolonisasi Asia dan Afrika.
Komandan Agung 5 Juni 1945 di Berlin:
Korban dan kejahatan perang
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Korban Perang Dunia II dan Kejahatan
perang pada Perang Dunia II
Korban jiwa
Perang Dunia II
Perkiraan total
korban perang bervariasi, karena banyak kematian yang tidak tercatat.
Kebanyakan pihak memperkirakan sekitar 60 juta orang tewas dalam perang,
termasuk 20 juta tentara dan 40 juta warga sipil.[285][286][287] Banyak warga sipil tewas akibat wabah, kelaparan, pembantaian, pengeboman, dan genosida yang disengaja. Uni Soviet kehilangan
sekitar 27 juta rakyatnya sepanjang perang,[288] termasuk 8,7 juta personil militer dan
19 juta warga sipil. Pangsa korban jiwa militer terbesar adalah etnis Rusia (5.756.000), diikuti etnis Ukraina (1,377,400).[289] Satu dari empat warga sipil Sovet
dibunuh atau terluka dalam perang ini.[290] Jerman mengalami 5,3 juta kematian
militer, kebanyakan di Front Timur dan sepanjang pertempuran terakhir di
Jerman.[291]
Dari total
korban tewas pada Perang Dunia II, sekitar 85 persen—kebanyakan Soviet dan
Cina—berada di pihak Sekutu dan 15 persen sisanya di pihak Poros. Sebagian
besar kematian ini diakibatkan oleh kejahatan perang yang dilakukan pasukan Jerman dan Jepang di wilayah pendudukan. Sekitar 11[292] sampai 17 juta[293] warga sipil tewas akibat kebijakan
ideologi Nazi secara langsung maupun tidak langsung, termasuk genosida
sistematis sekitar enam juta kaum Yahudi sepanjang Holocaust ditambah lima juta bangsa Roma, homoseksual, serta Slav dan suku bangsa atau kaum minoritas
lainnya.[294]
Secara kasar
7,5 juta warga sipil tewas di Tiongkok selama pendudukan Jepang.[295] Ratusan ribu (perkiraan bervariasi)
etnis Serbia, bersama gipsi dan Yahudi, dibunuh
oleh Ustaše Kroasia yang berpihak pada Poros di Yugoslavia,[296] dengan pembunuhan balas dendam terhadap warga
sipil Kroasia tepat setelah
perang berakhir.
Warga sipil
Cina hendak dikubur hidup-hidup oleh tentara Jepang.
Kekejaman
Jepang yang paling terkenal adalah Pembantaian Nanking, yaitu ketika sekian ratus ribu warga sipil Cina
diperkosa dan dibunuh.[297] Antara 3 juta hingga lebih dari 10
juta warga sipil, kebanyakan etnis Tionghoa, dibunuh oleh pasukan pendudukan
Jepang.[298] Mitsuyoshi Himeta melaporkan 2,7 juta
korban jiwa selama dilaksanakannya Sankō Sakusen. Jenderal Yasuji Okamura menerapkan kebijakan ini di Heipei dan Shantung.[299]
Pasukan Poros
memakai senjata biologis dan kimia dalam jumlah terbatas. Italia memakai gas mustar saat menaklukkan Abisinia,[300] sementara Angkatan Darat Kekaisaran Jepang memakai berbagai macam senjata saat menyerbu dan menduduki Cina (lihat Unit 731)[301][302] dan pada konflik awal melawan Soviet.[303] Baik Jerman dan Jepang menguji senjata-senjata tersebut terhadap
warga sipil[304] serta tahanan perang.[305]
Meski banyak
aksi Poros diadili dalam pengadilan internasional pertama
di dunia,[306]insiden yang
diakibatkan pihak Sekutu tidak diadili. Misalnya, pemindahan
penduduk di Uni Soviet dan penahanan warga Jepang Amerika di Amerika Serikat; Operasi Keelhaul,[307]pengusiran
penduduk Jerman setelah Perang Dunia II, pemerkosaan
pada pendudukan Jerman; pembantaian
Katyn oleh Uni
Soviet, yang tanggung jawabnya dituduhkan kepada Jerman. Sejumlah besar
kematian akibat kelaparan juga disebabkan oleh perang, seperti kelaparan Bengal 1943 dan kelaparan Vietnam 1944–45.[308]
Sejumlah
sejarawan, seperti Jörg Friedrich, menegaskan bahwa pengeboman
massal kawasan
berpenduduk di wilayah musuh, termasuk Tokyo dan terutama kota-kota Jerman di Dresden, Hamburg, dan Koln oleh Sekutu Barat, yang mengakibatkan
kehancuran lebih dari 160 kota dan kematian 600.000 warga sipil Jerman, bisa
dianggap sebagai kejahatan perang.[309]
Kamp konsentrasi dan perbudakan
Informasi lebih
lanjut: Holocaust, Konsekuensi Nazisme, Kejahatan perang Jepang, dan Kejahatan
perang Sekutu pada Perang Dunia II
Jenazah di kamp
konsentrasi Mauthausen-Gusen setelah dibebaskan, kemungkinan tahanan politik atau tahanan perang Soviet
Nazi
bertanggung jawab atas terjadinya Holocaust, yaitu pembunuhan sekitar enam juta
(meskipun jumlahnya diragukan) kaum Yahudi (kebanyakan Ashkenazim), serta dua juta etnis Polandia dan empat juta orang lainnya yang
dianggap "tidak layak hidup" (termasuk orang cacat dan sakit jiwa, tahanan perang
Soviet, homoseksual, Freemason, Saksi-Saksi Yehuwa, dan Romani) sebagai bagian dari program pemusnahan dengan sengaja.
Sekitar 12 juta orang, kebanyakan penduduk Eropa Timur, dipekerjakan sebagai buruh paksa di ekonomi perang Jerman.[310] Terlepas dari semua itu, ada beberapa
pihak yang meragukan jumlah korban Holocoust. Mereka beranggapan bahwa korban
Holocoust tidak sampai mencapai 6 juta orang, melainkan hanya ratusan ribu
saja. Peristiwa ini juga dianggap oleh pihak-pihak tertentu sebagai propaganda
untuk menarik simpati terhadap berdirinya negara Israel. Banyaknya negara-negara Eropa memberikan hukuman bagi siapa saja
yang tidak percaya pada peristiwa Holocoust dan seringnya peristiwa ini
ditunjukkan dalam film-film dan dalam buku-buku sejarah, membuat pihak-pihak
tersebut ragu akan kebenaran peristiwa ini. Namun, terlepas dari semua keraguan
itu, peristiwa pembantaian dan penyiksaan terhadap Yahudi benar-benar ada,
meskipun jumlah korbannya masih kontroversial.
Selain kamp konsentrasi Nazi, gulag (kamp buruh) Soviet mengakibatkan kematian warga sipil negara-negara
yang diduduki seperti Polandia, Lituania, Latvia, dan Estonia, serta tahanan perang Jerman dan bahkan warga sipil Soviet
yang dianggap mendukung Nazi.[311] Enam puluh persen tahanan perang
Jerman di Soviet tewas sepanjang perang.[312]Richard Overy memberi jumlah 5,7 juta tahanan perang Soviet. Dari
jumlah tersebut, 57 persen meninggal dunia atau dibunuh dengan jumlah
3,6 juta orang.[313] Mantan tahanan perang Soviet dan warga
sipil yang pulang diperlakukan dengan kecurigaan luar biasa sebagai pendukung
Nazi yang potensial, dan beberapa di antara mereka dikirim ke Gulag setelah
diperiksa NKVD.[314]
Kamp tahanan perang Jepang, kebanyakan dipakai sebagai kamp
buruh, juga memiliki tingkat kematian tinggi. Pengadilan Militer Internasional untuk
Timur Jauh menemukan
tingkat kematian tahanan Barat adalah 27,1 persen (37 persen untuk tahanan
perang Amerika Serikat),[315] tujuh kali lebih tinggi daripada
tahanan perang di Jerman dan Italia.[316] Sementara 37.583 tahanan dari Britania
Raya, 28.500 dari Belanda, dan 14.743 dari Amerika Serikat dilepaskan setelah penyerahan diri Jepang, tahanan Cina yang dilepas hanya 56
orang.[317]
Menurut
sejarawan Zhifen Ju, sedikitnya lima juta warga sipil Cina dari Tiongkok utara
dan Manchukuo diperbudak antara 1935 dan 1941 oleh Dewan Pembangunan Asia Timur, atau Kōain, untuk bekerja di
pertambangan dan industri perang. Setelah 1942, jumlah ini mencapai 10 juta
orang.[318] U.S. Library of Congress memperkirakan
bahwa di Jawa, antar 4 dan 10 juta romusha (bahasa Indonesia: "buruh
manual"), dipaksa bekerja oleh militer Jepang. Sekitar 270.000 buruh Jawa
dikirim ke wilayah pendudukan Jepang lain di Asia Tenggara, dan hanya 52.000
orang yang pulang ke Jawa.[319]
Pada tanggal 19
Februari 1942, Roosevelt menandatangani Perintah Eksekutif 9066 yang menahan ribuan orang Jepang, Italia, Jerman Amerika, dan sejumlah emigran dari Hawaii yang mengungsi setelah
pengeboman Pearl Harbor sampai perang berakhir. Pemerintah
A.S. dan Kanada menahan 150.000 warga Jepang Amerika.[320][321] Selain itu, 14.000 penduduk Jerman dan
Italia di A.S. yang dianggap sebagai risiko keamanan juga ditahan.[322]
Sesuai
perjanjian Sekutu pada Konferensi
Yalta, jutaan
tahanan perang dan warga sipil dimanfaatkan sebagai buruh paksa oleh Uni Soviet.[323] Dalam hal Hongaria, penduduknya dipaksa
bekerja untuk Uni Soviet sampai 1955.[324]
Front dalam negeri dan produksi
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Produksi
militer pada Perang Dunia II dan Front dalam
negeri pada Perang Dunia II
Rasio PDB
Sekutu dibandingkan dengan Poros
Di Eropa, sebelum
pecah perang, Sekutu memiliki keunggulan signifikan dalam hal populasi dan
ekonomi. Pada tahun 1938, Sekutu Barat (Britania Raya, Perancis, Polandia, dan
Jajahan Britania) memiliki populasi 30 persen lebih besar dan produk domestik
bruto 30 persen lebih besar daripada Poros Eropa (Jerman dan Italia); jika
koloni disertakan dalam hitungan, Sekutu mendapatkan keunggulan 5:1 dalam
jumlah penduduk dan 2:1 dalam PDB.[325] Di Asia pada saat yang sama, Cina
memiliki jumlah penduduk enam kali lebih banyak daripada Jepang, tetapi PDB
yang 89 persen lebih tinggi; jumlah ini berkurang menjadi populasi tiga kali
lebih banyak dan PDB 38 persen lebih tinggi jika koloni-koloni Jepang disertakan
dalam hitungan.[325]
Meski
keunggulan ekonomi dan populasi Sekutu dimanfaatkan besar-besaran selama
serangan blitzkrieg awal Jerman dan Jepang, mereka menjadi faktor penentu pada
tahun 1942, setelah Amerika Serikat dan Uni Soviet bergabung dengan Sekutu,
setelah sebagian besar perang ini menjadi perang atrisi.[326] Sementara kemampuan Sekutu untuk
melampaui produksi Poros sering dikaitkan dengan akses Sekutu yang besar ke
sumber daya alam, faktor-faktor lain, seperti keengganan Jerman dan Jepang
untuk mempekerjakan wanita dalam tenaga kerja,[327][328]pengeboman
strategis oleh Sekutu,[329][330] dan peralihan terbaru Jerman ke ekonomi perang[331] sangat berkontribusi besar. Selain
itu, baik Jerman maupun Jepang tidak berencana mengadakan perang yang
berkepanjangan, dan tidak sanggup melakukannya.[332][333] Untuk meningkatkan produksi mereka,
Jerman dan Jepang memanfaatkan jutaan buruh budak;[334]Jerman
memanfaatkan 12 juta orang,
kebanyakan dari Eropa Timur,[310] sementara Jepang memanfaatkan lebih dari 18 juta orang di Asia Timur
Jauh.[318][319]
Pendudukan
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kolaborasi
dengan Kekuatan Poros pada Perang Dunia II, Pemberontakan
pada Perang Dunia II, dan Eropa dudukan Jerman
Partisan Soviet digantung oleh tentara Jerman pada
Januari 1943
Di Eropa,
pendudukan muncul dalam dua bentuk yang sangat berbeda. Di Eropa Barat, Utara,
dan Tengah (Perancis, Norwegia, Denmark, Negara-Negara Hilir, dan wilayah Cekoslowakia yang dianeksasi), Jerman menerapkan kebijakan ekonomi
yang berhasil mengumpulkan 69,5 miliar reichmark (27,8 miliar dolar AS) pada akhir
perang; jumlah ini tidak meliputi perampokan produk industri, perlengkapan militer,
bahan mentah, dan barang-barang lain.[335] Dari situ, pendapatan yang muncul dari
negara-negara pendudukan mencapai 40 persen dari pendapatan yang dikumpulkan
Jerman dari pajak, jumlah yang meningkat hampir 40 persen dari total pendapatan
Jerman sepanjang perang.[336]
Di Timur,
keuntungan yang diharapkan dari Lebensraum tidak pernah didapatkan karena garis
depan yang berfluktuasi dan kebijakan bumi hangus Soviet memusnahkan sumber daya bagi
para penjajah Jerman.[337] Tidak seperti di Barat, kebijakan ras Nazi mengizinkan kekejaman berlebihan
terhadap "orang inferior" keturunan Slavik; sebagian besar serbuan Jerman
disertai dengan eksekusi massal.[338] Meski kelompok
pemberontak berdiri di
hampir semua teritori pendudukan, mereka tidak mengganggu operasi Jerman baik
di Timur[339] maupun Barat[340] sampai akhir tahun 1943.
Di Asia, Jepang
menyebut negara-negara di bawah pendudukannya sebagai bagian dari Lingkup
Persemakmuran Asia Timur Raya, yang pada dasarnya merupakan hegemoni Jepang yang diklaim bertujuan
membebaskan bangsa yang dikolonisasi.[341] Meski pasukan Jepang awalnya disambut
sebagai pembebas dari dominasi Eropa di sejumlah daerah, kekejaman mereka yang
berlebihan mengubah opini publik menjadi menentang mereka dalam hitungan
minggu.[342] Selama penaklukan awal Jepang, negara
ini mencaplok 4.000.000 barrel (640,000 m3) minyak
(~5.5×105 ton) yang ditinggalkan oleh pasukan Sekutu yang mundur,
dan pada tahun 1943 Jepang mampu merebut produksi minyak di Hindia Timur
Belanda hingga Templat:Bbl to t, 76 persen dari tingkat produksinya
tahun 1940.[342]
Kemajuan teknologi dan peperangan
Pesawat terbang
dimanfaatkan sebagai alat mata-mata, pesawat tempur, pengebom, dan bantuan darat, dan masing-masing perannya
memperoleh kemajuan yang berarti. Inovasi-inovasi yang muncul meliputi pengangkutan udara (kemampuan memindahkan suplai,
perlengkapan, dan personil berprioritas tinggi dan terbatas dalam waktu
singkat);[343] dan pengeboman strategis (pengeboman kawasan berpenduduk untuk menghancurkan
industri dan moral).[344]Persenjataan antipesawat juga dikembangkan, termasuk pertahanan
radar dan artileri darat-ke-udara, seperti senjata 88 mm Jerman. Pemakaian pesawat jet dimulai dan meski pengenalannya yang
terlambat memberi sedikit pengaruh, pesawat jet kelak menjadi standar angkatan
udara di seluruh dunia.[345]
Kemajuan dibuat
di hampir segala aspek pertempuran laut, terutama kapal angkut pesawat (kapal
induk) dan kapal selam. Meski sejak awal perang, peperangan udara menuai sedikit kesuksesan, berbagai
aksi di Taranto, Pearl Harbor, Laut Cina Selatan, dan Laut Koral membuat kapal
induk dianggap mampu menggantikan kapal perang.[346][347][348]
Di Atlantik, kapal induk pengawal terbukti memainkan peran penting dalam
konvoi Sekutu dan meningkatkan radius perlindungan efektif serta membantu
menutup celah Atlantik Tengah.[349] Kapal induk juga lebih ekonomis
daripada kapal perang karena biaya produksi pesawat yang relatif rendah[350] dan tidak perlu diperkuat
habis-habisan.[351] Kapal selam, terbukti merupakan
senjata efektif pada Perang Dunia Pertama,[352] diantisipasi oleh semua pihak sebagai
sesuatu yang terpenting nomor dua. Britania memfokuskan pengembangan persenjataan dan taktik antikapal selam, seperti sonar dan konvoi, sementara Jerman berfokus
pada memperbarui kemampuan serangannya dengan desain seperti kapal selam Tipe VII dan taktik wolfpack.[353] Secara perlaham, teknologi baru Sekutu
seperti sinar Leigh, hedgehog, squid, dan torpedo lacak terbukti unggul.
Peperangan
darat berubah dari garis depan statis pada Perang Dunia I ke peningkatan
mobilitas dan senjata gabungan. Tank, yang sering dipakai untuk membantu
infanteri saat Perang Dunia Pertama, berubah menjadi senjata utama.[354] Pada akhir 1930-an, desain tank lebih
maju dibandingkan saat Perang Dunia I,[355] dan kemajuan terjadi sepanjang perang melalui peningkatan kecepatan,
pertahanan, dan daya tembak.
Saat perang
dimulai, kebanyakan komandan menduga tank musuh harus bertemu tank dengan spesifikasi
yang lebih hebat.[356] Ide ini ditantang oleh performa buruk
senjata tank awal yang relatif ringan melawan kendaraan lapis baja, dan doktrin
Jerman menghindari pertempuran tank-versus-tank. Hal ini, bersama pemakaian
senjata gabungan oleh Jerman, termasuk di antara leemen kunci kesuksesan taktik
blitzkrieg mereka di Polandia dan Perancis.[354] Banyak cara untuk menghancurkan tank, termasuk dengan artileri tidak langsung, senjata antitank (baik yang ditarik maupun gerak sendiri), ranjau, senjata antitank infanteri jarak
pendek, dan bahkan tank lain pun diikutsertakan.[356] Bahkan dengan mekanisasi
besar-besaran, infanteri masih merupakan tulang punggung seluruh pasukan,[357] dan sepanjang perang, sebagian besar
infanteri memiliki perlengkapan yang sama seperti saat Perang Dunia I.[358]
Senjata mesin
portabel meluas, seperti MG42 Jerman dan berbagai senjata submesin yang dimodifikasi untuk pertempuran
jarak dekat di perkotaan dan hutan.[358]Bedil serang, sebuah pengembangan akhir perang yang mencakup berbagai
fitur bedil dan senjata submesin, menjadi senjata standar infanteri pascaperang
untuk sebagian besar angkatan bersenjata.[359][360]
Sebagian besar
pihak yang terlibat berupaya memecahkan masalah kompleksitas dan kerumitan yang
muncul dari pemakaian buku kode besar untuk kriptografi dengan memakai mesin sandi, yang paling terkenal adalah mesin Enigma Jerman.[361]SIGINT (signals intelligence) adalah proses
melawan dekripsi yang pernah dipakai oleh Sekutu untuk memecahkan kode laut Jepang[362] dan Ultra dari Britania Raya, berasal dari
metodologi dari Polish Cipher Bureau, yang berhasil mengungkap Enigma
selama tujuh tahun sebelum perang.[363] Aspek lain intelijen
militer adalah
pemakaian kebohongan, yang berhasil dipakai oleh Sekutu
dengan kesuksesan besar seperti dalam operasi Mincemeat dan Bodyguard.[362][364] Kemajuan teknologi dan rekayasa
lainnya tercapai sepanjang atau setelah perang, termasuk komputer-komputer
terprogram pertama di dunia (Z3, Colossus, dan ENIAC), misil pandu dan roket modern, pengembangan senjata nuklirProyek Manhattan, penelitian operasi dan pengembangan pelabuhan buatan dan jalur pipa di bawah Selat Inggris.[365]
Boeing B-17E Amerika Serikat. Sekutu kehilangan
160.000 penerbang dan 33.700 pesawat sepanjang perang udara di Eropa.[366]
U-995 Type VIIC Jerman. Antara 1939 dan 1945, 3.500
kapal dagang Sekutu ditenggelamkan dengan mengorbankan 783 kapal-U Jerman.
T-34 Soviet, tank paling banyak diproduksi
dalam perang ini. Lebih dari 57.000 unit dibuat pada tahun 1945.
No comments:
Post a Comment